Si kurus
memainkan kisah demi kisah, sehingga tak olah seonggok kayu yang dimainkan
ombak didalam lautan. Pikiranya melayang, ia menjauh dari kehidupan, adapun kisah
yang paling teringat ketika sahabatnya pergi meninggalkan mereka dengan
kerinduan. Didalam ruang gelap itu, ternyata bayangan teman rupanya datang
untuk bertandang. ia mengisahkan berbagai kisah yang terjadi. Seperti berkata
inilah saya dahulu, yang mengarungi kehidupan berbatu.
Inilah kisah si
tua yang berharap cemas karena cinta si muda, ia terlalu bergeliat didalam
nanar ratap. karena si muda terjatuh sakit akibat kembang cintanya di curi.
Cintanya terlalu berat karena setelah beberapa tahun menikah akhirnya ia
dikarunia buah hati. Mungkin karena kembang terlalu indah sehingga memancing
para kumbang untuk mendekat.
Akhirnya kembang
mulai melayu, kelopak bunganya mengedip membuat sikumbang semakin tergoda. Rayuan
kumbang yang hinggap di mahkota bunga, membuat tangkai itu mulai merunduk,
rayuan-rayuan kumbang menggoyangkan pinggul memasukan jarum mulai menghisap
sari pati bunga. Ternyata kumbang jantan yang kerap datang sedirian itu mulai
kecanduan, sehingga membuat kelopak bunga jatuh berguguran.
Tapi sayang si
Muda telat datang ke kebun milikya setelah pulang bepergian untuk mencarikan
pupuk untuk si buga agar tetap berkembang. Si buah hati yang masih ditimang
kini merengek, mengadukan nasib kepada si Muda tentang cerita kelopak si bunga
yang gugur satu persatu.
Si muda hanya
bisa membisu dan melapangkan hati, sekaligus berharap si bunga dapat kembali
bersinar di bawah mentari pagi. Seperti bisa, si Muda selalu giat bekerja
mencarikan pupuk bersubsidi untuk si bunga. Tetapi memang keindahan bunga terlalu
memikat hati, sehingga membuat temanya si kumbang jantan ikut mendekat.
Kembali tanggkai
bunga itu di goyang-goyangkanya, sehingga membuat bingung si Muda setelah
melihatnya. Bunga sudah tidak punya kelopak lagi ia sudah layu menghitam dan
mati didalam kemaluan. Si Muda tak bisa menerima kembangya sudah dijatuhkan
oleh si kumbang, sehingga ia membiarkan si bunga dan anaknya layu menghilang di
bawa si kumbang.
Tepat sembilan
hari si Muda terdiam. Tetapi tak kunjung merpati putih itu menyampaikan pesan
sayang. Kerinduanya akan mentari pagi semkin bergetar, diselingi kekuatan tubuh
yang semakin berkurang. ia mulai terjatuh, puluhan hari sudah si kurus berdiam
diri didalam gelap. Orang-orang mulai berdatangan satu persatu, seolah menjadi
tabib memberikan resep obat. Si Muda menjadi bisu, ia menjadi kaku dan tak mau
membuka jati diri yang masih tersesat.
Semua sanak
famili sudah mulai berdatangan, melihat si muda yang mau mati mendadak. akibat
bersembunyi dalam gelap tanpa sesuap nasi, mereka mulai sedikit bersedih,
karena si muda hanya mati suri, napasnya hanya seperempat, sambil
menghembusakan kalimat-kalimat yang tak dimengerti.
Tubuhnya pucat,
tetapi selalu bersinar didalam gelap, saat mereka menggotong, ribuan tentara
langit sudah mulai mengawasi. Mereka berdiri di tepian awan, berjaga jarak disela
orang-orang telanjang. ia berharap mereka menyampaikan pesan, dari seonggok
tubuh yang kurang makan, tetapi mereka hanya tersenyum, setengah terbang
mengusapkan tangan dikepala sambil menghilang.
Hati si Muda
mulai berdebar seolah tahu siapa gerangan yang berdiri di tepian awan. Para manusia
telanjang membawa si Muda masuk kedalam kendaraan putih, pertanda sebuah suara
khas akan di kumandangkan.
Sepanjang jalan
si Muda hanya meracau, mengeluarkan kalimat-kalimat cinta yang tak mudah
dimengerti. “Dia bilang hanya selalu dekat, tidak terlalu jauh tetapi sangat
dekat sekali.” Cacian si Muda yang sedang sekarat.
Sesekali dia
menyebut tuhan, seakan berdoa didalam perjalanan, Akibat mengais mimpi yang tak
terbeli. Hampir genap empat puluh hari, tidur panjang tanpa nanar itu sudah
berlalu. Kini hanya sisa kerangka serta kulit panas yang tersambar dari isi
perut tak terisi.
Semua selang dan
suntikan sudah menembus di bawah kulit ari putih yang tipis, mereka berusaha
menyelamatkan si Muda dari pintu keabadian. Ada seorang tua mengusapi kepalanya
dan ada juga yang membaca puji-pujian serta ayat-ayat yang indah. Ada juga yang
mengusapi kakinya hingga sekujur tubuh dengan kain handuk agar sedikit nampak
basah. Sambil berharap mengurangi panas perut yang terasa sempit dalam ruangan
tak terlalu besar.
Mereka sedikit
terlelap didalam roda malam yang terus berputar, genggaman tangan mereka
sedikit melemah, seolah tahu dan memberikan kesempatan kepada waktu untuk terus
berputar. Si Muda tetap membacakan mantra, tak banyak dimengerti oleh semua
orang bersama racauanya. Tetapi kali ini hanya satu dua kata yang terucap
secara berulang-ulang keluar dari bibir pecah kering itu.”Hampir Sampai,,,hampir
Sampai,,,hampir sampai” ujar si Muda datar.
Mantra si Muda
akhirnya membangunkan si tua yang terlelap dari mimpi. Tak pelak, mantra aneh itu
membuat hatinya menjadi pilu. sambil sesekali menciumi kening sang muda. Remuk
redam rasa meledak membuncah hingga membumbung didalam tangisan kelabu.
Semua
manusia-manusia telanjang itu mulai mendekati si tua, mereka mulai menyeka air
mata dunia yang meledak-ledak dan membasahi pelataran putih. beberapa kali sang
tua mengelus dada, mengharapkan tuhan agar berbaik hati. Mantra aneh si Muda
tak secepat di ulangi tadi, nadanya merendah, meredamkam pilu sang tua dengan
mulut terkunci.
Mereka
meraba-raba di depan hidung yang tak bernapas, mengatakan sesuatu kepada sang
tua yang sudah terbakar asa agar tidak bersedih. Semua baik-baik saja terjaga
dan terkendali. Mereka terlalu lengah menenangkan sang tua, karena saat melihat
si Muda, kini sudah menghilang dari peraduanya.
Begitulah sedikit
kisah diambang batas, mereka banyak melihat suatu kepergian tanpa belas
kasihan. Biarlah hujan itu turun menyirami semua penyesalan ini. Semua akan
menjadi saksi dan akan menumbuhkan sebuah cerita kehidupan.
jangan menangis
karena ini suratan, janganlah marah ini adalah suatu ketentuan. Biarlah semua
jadi saksi akan perjalanan, biarlah tangismu itu berderai, mengusap-usap
kerinduan akan kenangan, suatu hari nanti kenangan itu akan memudar meskipun
ada segumpalan kenangan indah yang tersisa.
Semua kehidupan
akan kembali berjalan normal ketika si muda sudah terbujur. Lambaian kelopak
mata coklat tidak lagi melambai, kedipan mata itu kini menjadi pudar berwarna
putih. Senyumnya tak lagi nampak, dan suara bisikan manisnya pun sudah tak
terdengar.
Hanya bagian
golongan orang saja mengenalnya dengan kasih, sedangkan sebagin golongan lagi
hanya mengenalnya dengan sayang. Tiada lagi kawanku bercakap-cakap. Dulu ia
selalu bicara ini dan itu, kadang juga ia mengungkapkan mimpinya yang
terpendam, lukanya yang tergores dan kegemaranya akan sesuatu seperti berbicang
hal sepeleh, yang kadang tidak aku mengerti. atau cerita perjalan di suatu
tempat yang baru ia temukan, keluh si tua meratapi jasadnya.
Kepergian si Muda
hanya meneggetarkan seperempat jagat, sanak famili, saudara handai tolan masih
ada sebagian yang belum tahu. Bahuya sudah terbelenggu, cadar itu sudah
menutupi ketampanan wajah kuncup dengan bibir membeku. Dan kupastikan semua
orang meyakini bahwa ia telah pergi.
Kini hanya
tinggalah si tua, merengek disamping sembilu. Tangisnya tak lagi membuncah. Di pegangnya
sesekali badan si Muda yang kedinginan, karena udara itu sudah membisu. Apa
lagi yang bisa dihara si tua, buah hatinya itu sudah masuk kedalam peraduan,
buhur-buhur pakistan sudah mulai dibakar, semerbak harumnya membawa kerinduan
klasik di dalam benak si tua. Ada marahnya akan si muda dahulu, ada Tangis Yang
ia redam dahulu dan ada juga suka yang dia lihat dahulu. Tapi semua itu
kenangan dahulu.
jangan menangis
si tua, ini hanya perjalan hidup. Kesendirian itu hanya akan datang sementara,
kesedihanmu juga akan menghilang sekejap, mimpimu tentang si Muda hanya akan
terulang di beberapa waktu. Hiruplah udara ini, semoga engkau lekas sembuh,
jawabanmu masih dibutuhkan oleh sebagian golongan. Redamlah kepedihanmu itu,
masih ada sebagian pemuda yang datang meminta engkau menpuk pundaknya.
Rupanya si tua
terlalu dendam, amarahnya memuncak ketika seseoarang mengembalikan bunga yang
dicuri. Si tua tak sempat berkata-kata, menunjuk agar kembang itu secepatnya
dibuang. Hitamnya mentari dipagi itu membuat kelopak bunga yang tak nampak,
semakin tersisih.
Si tua geram
melemparkan sesuatu ke arah pas buga itu, lalu mengenai si buah cinta yang
meranjak tumbuh, sehingga membuatnya gugur dari tangkai bunga. Bunga kini
tinggal sendiri ia terusir oleh semua penolakan. Banyak kata-kata cacian dan
umpatan mengiringi kepergianya. Mungkin si bunga terlalu jauh terlempar
sehingga pas bunga itu ikut pecah berderai terlindas mobil jalanan. Semua mata
saat itu terperangah, termasuk si tua yang tak mampu meredam amarah.
Si tua terlalu
naik pitam, gemuruh asap hitamnya berdebu, seakan mengebiri semua orang-orang
telanjang yang sedang berdiri. Ledakan-leadakan si tua tak kunjung berhenti. Ia
tidak menerima si Muda di terkubur bersama buah hati dan si bunga. Ia
menunjuk-nunjuk orang-orang jalan-jalanan. Mata si tua masih memerah, selang
lima enam langkah menggapai kursi si tua lemas tengkulai terjatuh di lantai.
Orang-orang
telanjang mulai mengeluh sambil menggosok dada dan bersabar akan ledakan si tua
yang bergemuruh. Semuanya mulai mendekat, mereka merapat melihat si tua
tengkulai tak berdiri. Setelah beberapa pemuda dari golonganya memapah, ternyat
si tua tidak sanggup untuk mengeluarkan makian lagi.
“Tidak ada
kepedihan yang bisa terobati dengan sebuah ketamakan, mereka mencoba melepaskan
sebuah kegelisahan di hati, tetapi mereka tidak menemukan jalan tuhan. Sebuah
kesimpulan yang mereka ambil dan mereka benarkan, akhirnya mereka ikut hanyut
didalam kepedihan”
Si tua memang
terlalu rapuh, ia sudah termakan usia sehingga membuat sebagian orang-orang
telanjang kebingungan. Mereka bercakap-cakap sambil mengerutu dan ikut
mengomentari kejadian, tetapi mereka tidak bisa menentukan suatu pilihan.
Suara terbanyak
dari sumbangsi orang-orang telanjang ternyata tidak bisa menentukan jalan tuhan,
akhirnya si Muda, si kembang si buah hati terkubur bersama, meskipun mereka
tidak satu paham maupun satu tujuan.
Sejumlah tandu
sudah disiapkan, sejumlah riasan sudah disiapkan, sejumlah pengiring dan tabuan
sudah mulai dimainkan. Kabar si Muda tak seperti yang dibayangkan, ia sekarang
berada dibawah batang yang rindang, disampingnya terdapat aliran sungai yang
indah, mereka jernih dan mengalir seperti biasa. Banyak orang mengelilingi si
muda, mereka semua sangat ingin tahu bagaimana kabar dari pecinta.
PENULIS : ini kisah dari salah satu perjalanan rekan
seperjuangan penulis, untuk mengindari kontroversi, alamat tempat dan nama
tidak dibahas secara detail. Narasi dari alur cerita lebih diutamakan untuk
memberikan kepusan kepada para pembaca, sehingga bisa menyimpulkan sendiri dari
asumsi yang mudah dipahami, setiap orang pasti mempunyai pola pemikiran yang
berbeda.
Inti dari pembahasan yang dimaksud, kita tidak bisa memvonis
sesuatu itu bersalah, meskipun sudah ada kaidah yang mengatur tentang itu,
tetapi itu juga bisa dikatakan hanya sebuah asumsi publik saja. Sedangkan
keputusan terakhir hanya berada pada kehendak tuhan.
Memang penyesalan selalu datang menyakitkan, kita tidak pernah
menyadari sesuatu yang terjadi ketika itu belum datang kepada kita. Pendapat
penyesalan selalu berada di ujung perjalanan hanya sesuatu ucapan tanpa
kejelasan.
Kita harus berusaha berlapang dada menerima waktu yang sudah
menjadi garis pembatas tersediri, perlu kita yakini adanya sesuatu kekuatan
besar dibelakang kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar