Sabtu, 23 November 2013

*Sebuah Kepergian



Si kurus memainkan kisah demi kisah, sehingga tak olah seonggok kayu yang dimainkan ombak didalam lautan. Pikiranya melayang, ia menjauh dari kehidupan, adapun kisah yang paling teringat ketika sahabatnya pergi meninggalkan mereka dengan kerinduan. Didalam ruang gelap itu, ternyata bayangan teman rupanya datang untuk bertandang. ia mengisahkan berbagai kisah yang terjadi. Seperti berkata inilah saya dahulu, yang mengarungi kehidupan berbatu.

Inilah kisah si tua yang berharap cemas karena cinta si muda, ia terlalu bergeliat didalam nanar ratap. karena si muda terjatuh sakit akibat kembang cintanya di curi. Cintanya terlalu berat karena setelah beberapa tahun menikah akhirnya ia dikarunia buah hati. Mungkin karena kembang terlalu indah sehingga memancing para kumbang untuk mendekat.

Akhirnya kembang mulai melayu, kelopak bunganya mengedip membuat sikumbang semakin tergoda. Rayuan kumbang yang hinggap di mahkota bunga, membuat tangkai itu mulai merunduk, rayuan-rayuan kumbang menggoyangkan pinggul memasukan jarum mulai menghisap sari pati bunga. Ternyata kumbang jantan yang kerap datang sedirian itu mulai kecanduan, sehingga membuat kelopak bunga jatuh berguguran.

Tapi sayang si Muda telat datang ke kebun milikya setelah pulang bepergian untuk mencarikan pupuk untuk si buga agar tetap berkembang. Si buah hati yang masih ditimang kini merengek, mengadukan nasib kepada si Muda tentang cerita kelopak si bunga yang gugur satu persatu.

Si muda hanya bisa membisu dan melapangkan hati, sekaligus berharap si bunga dapat kembali bersinar di bawah mentari pagi. Seperti bisa, si Muda selalu giat bekerja mencarikan pupuk bersubsidi untuk si bunga. Tetapi memang keindahan bunga terlalu memikat hati, sehingga membuat temanya si kumbang jantan ikut mendekat.

Kembali tanggkai bunga itu di goyang-goyangkanya, sehingga membuat bingung si Muda setelah melihatnya. Bunga sudah tidak punya kelopak lagi ia sudah layu menghitam dan mati didalam kemaluan. Si Muda tak bisa menerima kembangya sudah dijatuhkan oleh si kumbang, sehingga ia membiarkan si bunga dan anaknya layu menghilang di bawa si kumbang.

    
Tepat sembilan hari si Muda terdiam. Tetapi tak kunjung merpati putih itu menyampaikan pesan sayang. Kerinduanya akan mentari pagi semkin bergetar, diselingi kekuatan tubuh yang semakin berkurang. ia mulai terjatuh, puluhan hari sudah si kurus berdiam diri didalam gelap. Orang-orang mulai berdatangan satu persatu, seolah menjadi tabib memberikan resep obat. Si Muda menjadi bisu, ia menjadi kaku dan tak mau membuka jati diri yang masih tersesat.

Semua sanak famili sudah mulai berdatangan, melihat si muda yang mau mati mendadak. akibat bersembunyi dalam gelap tanpa sesuap nasi, mereka mulai sedikit bersedih, karena si muda hanya mati suri, napasnya hanya seperempat, sambil menghembusakan kalimat-kalimat yang tak dimengerti.

Tubuhnya pucat, tetapi selalu bersinar didalam gelap, saat mereka menggotong, ribuan tentara langit sudah mulai mengawasi. Mereka berdiri di tepian awan, berjaga jarak disela orang-orang telanjang. ia berharap mereka menyampaikan pesan, dari seonggok tubuh yang kurang makan, tetapi mereka hanya tersenyum, setengah terbang mengusapkan tangan dikepala sambil menghilang.

Hati si Muda mulai berdebar seolah tahu siapa gerangan yang berdiri di tepian awan. Para manusia telanjang membawa si Muda masuk kedalam kendaraan putih, pertanda sebuah suara khas akan di kumandangkan.

Sepanjang jalan si Muda hanya meracau, mengeluarkan kalimat-kalimat cinta yang tak mudah dimengerti. “Dia bilang hanya selalu dekat, tidak terlalu jauh tetapi sangat dekat sekali.” Cacian si Muda yang sedang sekarat.

Sesekali dia menyebut tuhan, seakan berdoa didalam perjalanan, Akibat mengais mimpi yang tak terbeli. Hampir genap empat puluh hari, tidur panjang tanpa nanar itu sudah berlalu. Kini hanya sisa kerangka serta kulit panas yang tersambar dari isi perut tak terisi.

Semua selang dan suntikan sudah menembus di bawah kulit ari putih yang tipis, mereka berusaha menyelamatkan si Muda dari pintu keabadian. Ada seorang tua mengusapi kepalanya dan ada juga yang membaca puji-pujian serta ayat-ayat yang indah. Ada juga yang mengusapi kakinya hingga sekujur tubuh dengan kain handuk agar sedikit nampak basah. Sambil berharap mengurangi panas perut yang terasa sempit dalam ruangan tak terlalu besar.

Mereka sedikit terlelap didalam roda malam yang terus berputar, genggaman tangan mereka sedikit melemah, seolah tahu dan memberikan kesempatan kepada waktu untuk terus berputar. Si Muda tetap membacakan mantra, tak banyak dimengerti oleh semua orang bersama racauanya. Tetapi kali ini hanya satu dua kata yang terucap secara berulang-ulang keluar dari bibir pecah kering itu.”Hampir Sampai,,,hampir Sampai,,,hampir sampai” ujar si Muda datar.

Mantra si Muda akhirnya membangunkan si tua yang terlelap dari mimpi. Tak pelak, mantra aneh itu membuat hatinya menjadi pilu. sambil sesekali menciumi kening sang muda. Remuk redam rasa meledak membuncah hingga membumbung didalam tangisan kelabu.

Semua manusia-manusia telanjang itu mulai mendekati si tua, mereka mulai menyeka air mata dunia yang meledak-ledak dan membasahi pelataran putih. beberapa kali sang tua mengelus dada, mengharapkan tuhan agar berbaik hati. Mantra aneh si Muda tak secepat di ulangi tadi, nadanya merendah, meredamkam pilu sang tua dengan mulut terkunci.

Mereka meraba-raba di depan hidung yang tak bernapas, mengatakan sesuatu kepada sang tua yang sudah terbakar asa agar tidak bersedih. Semua baik-baik saja terjaga dan terkendali. Mereka terlalu lengah menenangkan sang tua, karena saat melihat si Muda, kini sudah menghilang dari peraduanya.

Begitulah sedikit kisah diambang batas, mereka banyak melihat suatu kepergian tanpa belas kasihan. Biarlah hujan itu turun menyirami semua penyesalan ini. Semua akan menjadi saksi dan akan menumbuhkan sebuah cerita kehidupan.

jangan menangis karena ini suratan, janganlah marah ini adalah suatu ketentuan. Biarlah semua jadi saksi akan perjalanan, biarlah tangismu itu berderai, mengusap-usap kerinduan akan kenangan, suatu hari nanti kenangan itu akan memudar meskipun ada segumpalan kenangan indah yang tersisa.

Semua kehidupan akan kembali berjalan normal ketika si muda sudah terbujur. Lambaian kelopak mata coklat tidak lagi melambai, kedipan mata itu kini menjadi pudar berwarna putih. Senyumnya tak lagi nampak, dan suara bisikan manisnya pun sudah tak terdengar.

Hanya bagian golongan orang saja mengenalnya dengan kasih, sedangkan sebagin golongan lagi hanya mengenalnya dengan sayang. Tiada lagi kawanku bercakap-cakap. Dulu ia selalu bicara ini dan itu, kadang juga ia mengungkapkan mimpinya yang terpendam, lukanya yang tergores dan kegemaranya akan sesuatu seperti berbicang hal sepeleh, yang kadang tidak aku mengerti. atau cerita perjalan di suatu tempat yang baru ia temukan, keluh si tua meratapi jasadnya.

Kepergian si Muda hanya meneggetarkan seperempat jagat, sanak famili, saudara handai tolan masih ada sebagian yang belum tahu. Bahuya sudah terbelenggu, cadar itu sudah menutupi ketampanan wajah kuncup dengan bibir membeku. Dan kupastikan semua orang meyakini bahwa ia telah pergi.

Kini hanya tinggalah si tua, merengek disamping sembilu. Tangisnya tak lagi membuncah. Di pegangnya sesekali badan si Muda yang kedinginan, karena udara itu sudah membisu. Apa lagi yang bisa dihara si tua, buah hatinya itu sudah masuk kedalam peraduan, buhur-buhur pakistan sudah mulai dibakar, semerbak harumnya membawa kerinduan klasik di dalam benak si tua. Ada marahnya akan si muda dahulu, ada Tangis Yang ia redam dahulu dan ada juga suka yang dia lihat dahulu. Tapi semua itu kenangan dahulu.

jangan menangis si tua, ini hanya perjalan hidup. Kesendirian itu hanya akan datang sementara, kesedihanmu juga akan menghilang sekejap, mimpimu tentang si Muda hanya akan terulang di beberapa waktu. Hiruplah udara ini, semoga engkau lekas sembuh, jawabanmu masih dibutuhkan oleh sebagian golongan. Redamlah kepedihanmu itu, masih ada sebagian pemuda yang datang meminta engkau menpuk pundaknya.


Rupanya si tua terlalu dendam, amarahnya memuncak ketika seseoarang mengembalikan bunga yang dicuri. Si tua tak sempat berkata-kata, menunjuk agar kembang itu secepatnya dibuang. Hitamnya mentari dipagi itu membuat kelopak bunga yang tak nampak, semakin tersisih.

Si tua geram melemparkan sesuatu ke arah pas buga itu, lalu mengenai si buah cinta yang meranjak tumbuh, sehingga membuatnya gugur dari tangkai bunga. Bunga kini tinggal sendiri ia terusir oleh semua penolakan. Banyak kata-kata cacian dan umpatan mengiringi kepergianya. Mungkin si bunga terlalu jauh terlempar sehingga pas bunga itu ikut pecah berderai terlindas mobil jalanan. Semua mata saat itu terperangah, termasuk si tua yang tak mampu meredam amarah.

Si tua terlalu naik pitam, gemuruh asap hitamnya berdebu, seakan mengebiri semua orang-orang telanjang yang sedang berdiri. Ledakan-leadakan si tua tak kunjung berhenti. Ia tidak menerima si Muda di terkubur bersama buah hati dan si bunga. Ia menunjuk-nunjuk orang-orang jalan-jalanan. Mata si tua masih memerah, selang lima enam langkah menggapai kursi si tua lemas tengkulai terjatuh di lantai.

Orang-orang telanjang mulai mengeluh sambil menggosok dada dan bersabar akan ledakan si tua yang bergemuruh. Semuanya mulai mendekat, mereka merapat melihat si tua tengkulai tak berdiri. Setelah beberapa pemuda dari golonganya memapah, ternyat si tua tidak sanggup untuk mengeluarkan makian lagi.

“Tidak ada kepedihan yang bisa terobati dengan sebuah ketamakan, mereka mencoba melepaskan sebuah kegelisahan di hati, tetapi mereka tidak menemukan jalan tuhan. Sebuah kesimpulan yang mereka ambil dan mereka benarkan, akhirnya mereka ikut hanyut didalam kepedihan”

Si tua memang terlalu rapuh, ia sudah termakan usia sehingga membuat sebagian orang-orang telanjang kebingungan. Mereka bercakap-cakap sambil mengerutu dan ikut mengomentari kejadian, tetapi mereka tidak bisa menentukan suatu pilihan.
 
Suara terbanyak dari sumbangsi orang-orang telanjang ternyata tidak bisa menentukan jalan tuhan, akhirnya si Muda, si kembang si buah hati terkubur bersama, meskipun mereka tidak satu paham maupun satu tujuan. 

Sejumlah tandu sudah disiapkan, sejumlah riasan sudah disiapkan, sejumlah pengiring dan tabuan sudah mulai dimainkan. Kabar si Muda tak seperti yang dibayangkan, ia sekarang berada dibawah batang yang rindang, disampingnya terdapat aliran sungai yang indah, mereka jernih dan mengalir seperti biasa. Banyak orang mengelilingi si muda, mereka semua sangat ingin tahu bagaimana kabar dari pecinta.


PENULIS : ini kisah dari salah satu perjalanan rekan seperjuangan penulis, untuk mengindari kontroversi, alamat tempat dan nama tidak dibahas secara detail. Narasi dari alur cerita lebih diutamakan untuk memberikan kepusan kepada para pembaca, sehingga bisa menyimpulkan sendiri dari asumsi yang mudah dipahami, setiap orang pasti mempunyai pola pemikiran yang berbeda.

Inti dari pembahasan yang dimaksud, kita tidak bisa memvonis sesuatu itu bersalah, meskipun sudah ada kaidah yang mengatur tentang itu, tetapi itu juga bisa dikatakan hanya sebuah asumsi publik saja. Sedangkan keputusan terakhir hanya berada pada kehendak tuhan.

Memang penyesalan selalu datang menyakitkan, kita tidak pernah menyadari sesuatu yang terjadi ketika itu belum datang kepada kita. Pendapat penyesalan selalu berada di ujung perjalanan hanya sesuatu ucapan tanpa kejelasan.

Kita harus berusaha berlapang dada menerima waktu yang sudah menjadi garis pembatas tersediri, perlu kita yakini adanya sesuatu kekuatan besar dibelakang kita.

Tidak ada komentar: