Dibalik lelapku tertidur
bermandikan sinar rembulan dan gugusan tabir biru yang membentang semakin
membuatku tersa berat, perjalanan ini sungguh masih sangat panjang, dibawah
pintu yang belum terbuka aku masih menunggu harapan bersama kelelahan dan tanda
tanya. Permata biru besar berada diatas pintu semakin cantik dengan sorot kilau
cahaya rembulan, aku terus memandanginya, berharap ada sesuatu perubahan cepat,
tetapi kantuk ku terlalu cepat, sehingga membius harap didalam kebisuan.
Tak lama suara
suara wanita itu mulai menggoda menepis mimpi didalam kalbu, mereka seolah
berbisik, bermain-main dan saling menggoda. Aduhaii,,,,, hati pilu yang
kunanti, kenapa tak kunjung masuk kedalam pemukiman ini. Tawa-tawa kecil senduh
mereka mulai beradu dengan desiran ombak, gumuruh angin itu sudah memberikan
pengabaran, ada sesuatu keindahan dibalik tembok emas berukir ini.
Sentakan-sentakan
gemericik gelang kaki mereka beradu, seolah saling berkejaran bermain bersama
disebuah taman, hayalku mulai membuka, aku hanya terduduk dibawah batang yang
dikelilingi mereka, pelukan mereka yang lembut dan senyuman mereka yang manja,
kini semakin menghiasi dibawah alam sadarku, mereka semua indah sehingga
membuat kebosanan menghilang dengan sangat cepat.
Angin laut yang
bergemericik, kini menjadi pelantaran rindu tak terjawab, tumpahan rasa dan
karsa melodi kasih, mulai meranjak menjumpai semua kekasih, mereka semua
berkata dalam satu makna abadi, kekakal tak terbantah maupun tergugat “kasih”.
Suara-suara
lumba-lumba malam kini mengganggu tidur sang pemimpi¸ia terbangun dibawah
sadar, pulau tak berkarang ini rupanya bergetar, goresan-goresan bibir dataran
terapung kini berjatuhan, serempak pudarnya mimpi si kurus dalam hayal.
Retakanya mengacaukan
pikiran malam, jeritan-jeritan didalam hayal sangat memekakan telinga, deru air
bergetar menerima lontaran dataran yang terhempas. Aku terjatuh, aku
terlunta-lunta didalam gemuruh, darantan yang ku tinjak sekarang sudah basah
terbenam bersama hilangnnya si biru.
Napasku tersekal
menahan air masuk melewati hidung, telinga, mata mulut dan semua poro-pori
didasar sana. Pintu besar itu menimpa seolah sengaja menyeret tubuh sipengelana
muda ke dasar samudara. “Aduhai pintu emas yang besar, ke indahanmu kini aku
takuti, permata berat dikelilingi hiasan perak kini sudah memusihiku, beratnya
teramat, aku terikat dan tak bergerak, bagaimana caranya aku menghidarimu,”
Gerbang besar itu
semakin kencang, memaksa si kurus terhimpit dibawah nasibnya yang suram tak
menentu antara pasrah dan pertarungan jiwa. Napasnya sudah habis terputus oleh
waktu dan beratnya keindahan. Mana ornamen indah beserta relip berhiasakan
permata, mereka semua kini hanya ingin membunuh, tak ada waktu sedikitpun untuk
mengagumi ini. Beratnya emas beserta perak dan permata itu sudah mencapai
palung terdalam, bunyi hentakan sangat terasa oleh sikurus yang sedang koma.
Ia sedikit
terhentak melihat seberkas cahaya dari selangkang gerbang dua yang terbuka.
Gelombang air atas itu terlihat bening sebening mentari terbit di atas laut di
pagi ini. Dia hanya terdiam, melihat selangkang gerbang emas mulai kembali
menutup lagi. Didalam tepia benak bercampur harap, “mungkinkah ada kesempatan
kedua untuk melihat mentari tadi,”.
Matanya terpejam,
napasnya terputus, gelombang air kini mulai memasuki tenggorokan, melintasi
mulut hingga ke dalam organ. Tawa-tawa wanita muda itu semakin menggoda, suara
mereka terlalu dekat sedekat nafas membelah dada kita. Sekali lagi si kurus
mencoba menyela napas yang tersedak.”Bangunlah,,,,,bangunlah,,,bangunlah anda
telah sampai, kini kami sudah menunggu” kata salah satu dari mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar