Kamis, 21 November 2013

* Gerbang Orbzomzi



       Perjalanan aneh diatas selendang hijau kini membawaku bertualang kebalik rimbun pepohonan, banyak pohon cemara dikelilingi perkebunan teh. Hawanya sejuk, embunya manis, sedikit membasahi si hijau yang aku tumpangi.

       Kami turun mencoba medekati harumnya putik-putik embun estotika bunga teh memikat hati, warnanya menhijau dibasahi tetesan udara, mentari yang menyegat tak nampak terlihat,  aku berjalan ditengah daun hijau, mencari sela-sela jalan setapak yang tertata rapi, habis jalan yang berda di bukit batu.

       Pemandangan ini hanya setengah bukit saja, di belakangku ada hijau pepohonan, dan dibalik bukit tak ada jalan hanya karang batu tajam yang terpotong, didepanya hamparan luas samudra biru, anginya kencang meniupi tubuh. Ditengah luas laut membiru terlihat ada sebuah gerbang cahaya, gerbangnya besar dengan ornamen yang indah, tetapi kenapa hanya ada satu pintu saja, ia berada diatas laut tanpa topang dan tiang penyangga.

       “Selendang hijau cepatlah engkau melebar, kita terbang menuju arah gerbang,” bagaikan roket kami meluncur kesana, rupanya bukit ini memang sangat tinggi, semakin jauh lompatan sihijau bentangan karang juga belum nampak terpotong, setelah beberapa waktu lompatan hijau akhirnya bisa menembus batas, yang ada hanyalah biru laut dan gemulung ombak putih.

       Kibaran angin sangat kencang, sihijau mulai melambat berjalan pelan tetapi pasti, gerbang itu masih saja tampak, tetapi untuk menempunha memerlukan waktu yang cukup lama. Ternyata jaraknya memang jauh, semakin cepat si hijau menggapai semakin tak sampai, anginpun semakin kecang memukuli si hijau yang terbang rendah.

       Untunglah ada kumpulan bangau putih yang menyusul terbang kami, formasinya indah memecah arah, bulu-bulu putih itu ikut terlepas seakan menyambut meriah perjalanan ini, kami memadu dalam satu formasi sehingga jarak gerbang cahaya semakin jelas terlihat. Gerbangnya sangat besar, ukiranya seperti relip-relip candi, kemungkinan bahanya terbuat dari emas dan perak, ada sedikit darat mengantung tempat berdirinya gerbang, kami mendarat dengan pelan.

       Aku mendekati pintu besar berelif indah, pintunya terbagi menjadi dua bagian, ditengahnya ada batu permata biru besar, sisi lainya dikelilingi pernak-pernik permata.”Gerbang apa ini, bagaimana cara membukanya” aku melihat dari bawahnya pintu ini sangat besar dan menjulang tinggi, aku berusaha mendorong tetapi tidak ada gerakan sama sekali.
       Karena terlalu lelah untuk melanjutkan perjalanan, kami sempat beristirahat didepan gerbang terkunci, senja kini sudah mebayang-bayangi laut biru, mentari terasa sangat elok disebelah barat bersembunyi, puluhan burung-burung indah bertebangan mulai pulang dari pertualangan mereka, sementara aku disini sendiri menunggu yang tak pasti.

       Malam sudah mulai menghitam, gugusan-gugusan cahaya putih itu sudah mulai menabur galaksi, sihijau semakin erat memeluk membalut tubuh, memang tersa sangat lelah perjalanan kali ini, aku memutuskan untuk kembali tertidur sejenak, sambil menunggu kemungkina, kemungkinan yang akan terjadi. Aku tak tahu bagaimana selanjutnya, dan berharap dapat menemukan sesuatu dibalik gerbang ini.

Pintu ini sangat sulit untuk dibuka, ia sudah menghancurkan waktu da kesempatan yang aku inginkan, semua nampak tertutup tidak ada celah meskipun hanya untuk mengintip. Sungguh sangat disayangkan tidak ada informasi apapun yang bisa di galai, hanya sebuah penantian dengan kebosanan yang selalu menemani.

Ribuan asa sudah tak mampu lagi terbendung, semua usaha dan tenaga sudah dikuluarkan untuk mendobrak pintu keyakinan, tapai tak pelak hanya perbuatan sia-sia yang dapat dilakukan. Pintu ini masih tak bergeming, ia tak bergerak meskipun sudah ribuan kalai kucoba.

Aku berpikir apakaH masih ada kekuatan tuhan yang bisa aku gunakan,ini hanya jalan dengan satu tujuan. Tidak ada lagi tempat untuk memutar, padahal hanya sejengkal lagi aku menuju sebuah pintu pembeharuan, kenapa semua perasaan ini semakin terbentur, aku mencoba mengais-ngais kata untuk kembali bersajak. Tapi sayang tak ada satu katapun yang muncul didalam benak.


Engkau gerbang tak terbuka
Kuatmu menutup asa
Semua hayal dan keinginan yang membara
Terkubur didepan gerbang pelana
Angin-angin itu mulai gemericik
Membau harum udara pagi
Biasmu mentari  membakar udara
Haru pikuk penat dan duka
Tapi sayang gerbang tak mau berbicara
Semua senyuman hilang sudah terbuang jatuh ketanah

Ini perjalanan hebat tetapi tetap sekrat
Seluruh persoalan dalam sebuah mangkuk tragedi
Bakarlah mentari gerbang ini
Agar terbuka pemikiran sempit dihati
Ternyata mantra tak sanggup memikat
Hanya sebuah jalan penuh lubang terhadang dinding ku ini
Aku terus berdoa didalam asa
Menyatukan mimpi dan harapan yang terjadi
Kumohon bukalah gerbang pengikat
Sehingga kuat hati dan nurani.


PENULIS : Kadang kala kita tidak bisa menduga jalan sempit yang kita lalui terkdang menemukan jalan buntu, padahal sudah segenap cara kita gunakan untuk menggapai semua impian yang kita pendam selama ini.

Kita tidak bisa menghindar maupun mengelak karena ini sebuah perjalanan hidup. Meskipun kita sudah mengetahui sebelumnya dengan memprediksi, tetapi ini merupakan suatu pilihan yang sudah kita pilih.

Meskipun kesabaran itu merupakan hal yang membosankan dan kepasrahan terhadap tuhan telah kita lakukan tetapi terkadang juga kesulitan itu masih sangat pelik untuk kita lewati.

Kita pasti merasa berat untuk menjalani ini, tetapi tetaplah tenang semua akan berlalu bersama waktu.

Hanya dua hal yang akan dapat anda temukan, seseorang yang datang terlambat dengan wajah suram karena pemikiran yang tidak karuan dan yang satunya lagi seseorang yang datang terlambat dengan wajah yang cerah.

Beak Sesion. 4


“Pemirsa” Apa-apaan, siapa yang bilang owe busuk tadi. mati kipe lo ye ,gw bata baru tau nanti. Asal lo tau aja gw udah mandi, farpum gw dari brazil, amazon punya. lo tu yang busuk. jabir lo ye.

“Penulis” Idihhhh, PD abis lo mat kibo ,siapa yang bilang lo busuk, minggir owe mau sambung dulu ceritenye, dasar frimitif, mangkanya sebelum baca mandi dulu, otak tuh beku, siram dulu pake air AKI biar cairan dikit.

*”Pemirsa” Ape lo kate, waduhhhhh macem-macem nich bocah, gw sikat juga nich idungnya. Pake ngate primitif segale, cerita lo tu primitif, monoton kagak jelas, dari segmen awal sampe sekarang kagak ade yang menarik, ganti cerita ketemu cewek terus, bilang aja lo kagak laku.

“Penulis” Waduh, fisik, fisik, awas lo mat kibo, owe pecat jadi penasehat baru tau lo ,jangan banyak omong, udeh kalo lo kagak mau baca jangan nimbrung disini.

*”Pemirsa” Eh Kuyak, Kagak mempan anceman lo, jaman udeh merdeka, demokratis mau intervensi nich ye, ngomong apa aja bebas gw kagak dipenjara, sory gw kagak takut, gw ini seniman.

“Penulis” Seniman apaan, orang seniman tu punya karya, punya seni, nah lo seni apaan gan ,mikir jangan nyengir aje.

*”Pemirsa” Lah Seni itu bebas, gw mau ape aje terserah, yang gw anggap bagus itu seni gw oon. Jangan lupa konsumen adalah raja, gw ini raja di tulisan lo bro.

“Penulis” Ya udeh minggir sono, raja singa lo tu ‘hahahahaha’, ok pemirsa jangan dengerin si Mat kibo, mending kita sambung lagi aja ceritanya, owe belum selesai cerita ok.

Tidak ada komentar: