Perjalanan aneh diatas selendang hijau
kini membawaku bertualang kebalik rimbun pepohonan, banyak pohon cemara
dikelilingi perkebunan teh. Hawanya sejuk, embunya manis, sedikit membasahi si
hijau yang aku tumpangi.
Kami turun mencoba medekati harumnya
putik-putik embun estotika bunga teh memikat hati, warnanya menhijau dibasahi
tetesan udara, mentari yang menyegat tak nampak terlihat, aku berjalan ditengah daun hijau, mencari
sela-sela jalan setapak yang tertata rapi, habis jalan yang berda di bukit
batu.
Pemandangan ini hanya setengah bukit
saja, di belakangku ada hijau pepohonan, dan dibalik bukit tak ada jalan hanya
karang batu tajam yang terpotong, didepanya hamparan luas samudra biru, anginya
kencang meniupi tubuh. Ditengah luas laut membiru terlihat ada sebuah gerbang
cahaya, gerbangnya besar dengan ornamen yang indah, tetapi kenapa hanya ada
satu pintu saja, ia berada diatas laut tanpa topang dan tiang penyangga.
“Selendang hijau cepatlah engkau
melebar, kita terbang menuju arah gerbang,” bagaikan roket kami meluncur
kesana, rupanya bukit ini memang sangat tinggi, semakin jauh lompatan sihijau
bentangan karang juga belum nampak terpotong, setelah beberapa waktu lompatan
hijau akhirnya bisa menembus batas, yang ada hanyalah biru laut dan gemulung
ombak putih.
Kibaran angin sangat kencang, sihijau
mulai melambat berjalan pelan tetapi pasti, gerbang itu masih saja tampak,
tetapi untuk menempunha memerlukan waktu yang cukup lama. Ternyata jaraknya
memang jauh, semakin cepat si hijau menggapai semakin tak sampai, anginpun
semakin kecang memukuli si hijau yang terbang rendah.
Untunglah ada kumpulan bangau putih yang
menyusul terbang kami, formasinya indah memecah arah, bulu-bulu putih itu ikut
terlepas seakan menyambut meriah perjalanan ini, kami memadu dalam satu formasi
sehingga jarak gerbang cahaya semakin jelas terlihat. Gerbangnya sangat besar,
ukiranya seperti relip-relip candi, kemungkinan bahanya terbuat dari emas dan
perak, ada sedikit darat mengantung tempat berdirinya gerbang, kami mendarat dengan
pelan.
Aku mendekati pintu besar berelif indah,
pintunya terbagi menjadi dua bagian, ditengahnya ada batu permata biru besar,
sisi lainya dikelilingi pernak-pernik permata.”Gerbang apa ini, bagaimana cara
membukanya” aku melihat dari bawahnya pintu ini sangat besar dan menjulang
tinggi, aku berusaha mendorong tetapi tidak ada gerakan sama sekali.
Karena terlalu lelah untuk melanjutkan
perjalanan, kami sempat beristirahat didepan gerbang terkunci, senja kini sudah
mebayang-bayangi laut biru, mentari terasa sangat elok disebelah barat
bersembunyi, puluhan burung-burung indah bertebangan mulai pulang dari
pertualangan mereka, sementara aku disini sendiri menunggu yang tak pasti.
Malam sudah mulai menghitam,
gugusan-gugusan cahaya putih itu sudah mulai menabur galaksi, sihijau semakin
erat memeluk membalut tubuh, memang tersa sangat lelah perjalanan kali ini, aku
memutuskan untuk kembali tertidur sejenak, sambil menunggu kemungkina,
kemungkinan yang akan terjadi. Aku tak tahu bagaimana selanjutnya, dan berharap
dapat menemukan sesuatu dibalik gerbang ini.
Pintu ini sangat
sulit untuk dibuka, ia sudah menghancurkan waktu da kesempatan yang aku
inginkan, semua nampak tertutup tidak ada celah meskipun hanya untuk mengintip.
Sungguh sangat disayangkan tidak ada informasi apapun yang bisa di galai, hanya
sebuah penantian dengan kebosanan yang selalu menemani.
Ribuan asa sudah
tak mampu lagi terbendung, semua usaha dan tenaga sudah dikuluarkan untuk
mendobrak pintu keyakinan, tapai tak pelak hanya perbuatan sia-sia yang dapat
dilakukan. Pintu ini masih tak bergeming, ia tak bergerak meskipun sudah ribuan
kalai kucoba.
Aku berpikir
apakaH masih ada kekuatan tuhan yang bisa aku gunakan,ini hanya jalan dengan
satu tujuan. Tidak ada lagi tempat untuk memutar, padahal hanya sejengkal lagi
aku menuju sebuah pintu pembeharuan, kenapa semua perasaan ini semakin
terbentur, aku mencoba mengais-ngais kata untuk kembali bersajak. Tapi sayang
tak ada satu katapun yang muncul didalam benak.
Engkau gerbang
tak terbuka
Kuatmu menutup
asa
Semua hayal dan
keinginan yang membara
Terkubur didepan
gerbang pelana
Angin-angin itu
mulai gemericik
Membau harum
udara pagi
Biasmu
mentari membakar udara
Haru pikuk penat
dan duka
Tapi sayang
gerbang tak mau berbicara
Semua senyuman
hilang sudah terbuang jatuh ketanah
Ini perjalanan
hebat tetapi tetap sekrat
Seluruh persoalan
dalam sebuah mangkuk tragedi
Bakarlah mentari
gerbang ini
Agar terbuka
pemikiran sempit dihati
Ternyata mantra
tak sanggup memikat
Hanya sebuah jalan
penuh lubang terhadang dinding ku ini
Aku terus berdoa
didalam asa
Menyatukan mimpi
dan harapan yang terjadi
Kumohon bukalah
gerbang pengikat
Sehingga kuat
hati dan nurani.
PENULIS : Kadang kala kita tidak bisa menduga jalan
sempit yang kita lalui terkdang menemukan jalan buntu, padahal sudah segenap
cara kita gunakan untuk menggapai semua impian yang kita pendam selama ini.
Kita tidak bisa menghindar maupun mengelak karena ini sebuah perjalanan
hidup. Meskipun kita sudah mengetahui sebelumnya dengan memprediksi, tetapi ini
merupakan suatu pilihan yang sudah kita pilih.
Meskipun kesabaran itu merupakan hal yang membosankan dan
kepasrahan terhadap tuhan telah kita lakukan tetapi terkadang juga kesulitan
itu masih sangat pelik untuk kita lewati.
Kita pasti merasa berat untuk menjalani ini, tetapi tetaplah
tenang semua akan berlalu bersama waktu.
Hanya dua hal yang akan dapat anda temukan, seseorang yang
datang terlambat dengan wajah suram karena pemikiran yang tidak karuan dan yang
satunya lagi seseorang yang datang terlambat dengan wajah yang cerah.
Beak Sesion. 4
“Pemirsa”
Apa-apaan, siapa yang bilang owe busuk tadi. mati kipe lo ye ,gw bata baru tau
nanti. Asal lo tau aja gw udah mandi, farpum gw dari brazil, amazon punya. lo
tu yang busuk. jabir lo ye.
“Penulis”
Idihhhh, PD abis lo mat kibo ,siapa yang bilang lo busuk, minggir owe mau
sambung dulu ceritenye, dasar frimitif, mangkanya sebelum baca mandi dulu, otak
tuh beku, siram dulu pake air AKI biar cairan dikit.
*”Pemirsa”
Ape lo kate, waduhhhhh macem-macem nich bocah, gw sikat juga nich idungnya.
Pake ngate primitif segale, cerita lo tu primitif, monoton kagak jelas, dari
segmen awal sampe sekarang kagak ade yang menarik, ganti cerita ketemu cewek
terus, bilang aja lo kagak laku.
“Penulis”
Waduh, fisik, fisik, awas lo mat kibo, owe pecat jadi penasehat baru tau lo
,jangan banyak omong, udeh kalo lo kagak mau baca jangan nimbrung disini.
*”Pemirsa”
Eh Kuyak, Kagak mempan anceman lo, jaman udeh merdeka, demokratis mau
intervensi nich ye, ngomong apa aja bebas gw kagak dipenjara, sory gw kagak
takut, gw ini seniman.
“Penulis”
Seniman apaan, orang seniman tu punya karya, punya seni, nah lo seni apaan gan
,mikir jangan nyengir aje.
*”Pemirsa”
Lah Seni itu bebas, gw mau ape aje terserah, yang gw anggap bagus itu seni gw
oon. Jangan lupa konsumen adalah raja, gw ini raja di tulisan lo bro.
“Penulis”
Ya udeh minggir sono, raja singa lo tu ‘hahahahaha’, ok pemirsa jangan dengerin
si Mat kibo, mending kita sambung lagi aja ceritanya, owe belum selesai cerita
ok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar