Kamis, 28 November 2013

*Kesepian Dibalik tembok Bercat kayu



Kelelahan ini seolah terbaring sendirian, tanpa genggaman kata-kata bijak, kelana muda masih berdiam diri dibalik kebisuan. Metafora ini selalu memanggil uforia, seakan mengajak berdansa, menari, tesenyum, tertawa. Aku menatap masa depan dan mengatakan semua hal didunia itu indah. Berapa kali aku meminta, berapa kata yang kukeluarkan, berapa hurup yang aku ingat. Semua kembali ku runtut dan ku eja, agar aku bisa pastikan tidak ada satu hurupun terselip yang bisa menyakitinya.  

Remang-remang si tembok bercat kayu. Hanya beberapa berkas sinar pembiasan yang keluar, tepat memantul dan mengenai mataku. Sudahlah aku tak olah seonggok kayu. Biarkan sinar itu pergi dengan menyapu wajah dan melintasi mata, dahi, hidung, bibir, tulang hasta hingga jari jemari tangan ini. Mereka hanyalah seberkas cahaya bisu, tak berarti mereka bisa menerangi sekaligus mengiyakan pertanyaanku!

Kesunyian ini masih belum terjawab, rasa ini semakin penat, udara yang kuhisap sudah tak seperti udara pagi tadi. Penuh dengan keceriaan, tawa canda dan hasrat yang bergelora. Ini sangat berbeda, aku rasa aku tak salah, aku hanya meminta lawan bicara dan mengadu kesendirian dibalik tembok berwana cat kayu ini.  

Cat ini sudah kusam, si tembok kayu tak bercahaya, disela dinding-dindingya hanya terdapat ruang kosong, berpori-pori tebal seperti batu karang yang sudah mati. Ayolah hasratku, kita kembali ceria lagi. kenapa engkau masih saja meratapi si tembok kayu, tanggalkan dia lobang-lobangya sudah mulai tak bercahaya.

Coba bukalah tirani jendela itu, mungkin ada berjuta harapan dan kesempatan untuk memulai lebih baik lagi, jangan hanya berdiam tertata membujur di tiga sisi, diantara dusta, hayalan dan mimpi.

Purnama tak setiap waktu mesti sempurna, mereka harus melakukan ritual melintasi orbit serta menghadapi sisi cembung ozon pelapis bumi si kulit bundar. Mereka terus berputar-putar seolah mereka tahu apa yang dicari, tetapi hematku. Mereka tidak tahu kapan akan berujung didalam penantian.

Memang benar semuanya akan berakhir di ujung penantian, tetapi masih banyak waktu terbuang yang belum kita manfaatkan. Belilah sebilah pena dan secarik kertas, tulislah kata-kata terindah penuh harapan masa depan. Lipat dan simpan didalam sebuah kendi tanah, sebutlah dengan nama tuhan dan panggilah dia dari dalam kendi itu.

“Hay cita-cita, ini aku si tuan, wujutlah dengan apa yang sudah aku tulis, semoga tuhan mengabulkanmu,"

Sinar jingga itu sudah mulai menyambut senja, ayolah kawan kenapa engkau masih membatu? Bukankah tembok-tembok kayu itu sudah menghangatkanmu. Burung-burung platuk itu sudah mulai bergemericik, daun-daun muda sudah melambai, memanggil-manggil menyambut biru pergantian malam.

Mungkin terlalu dalam nanar benak si tembok kayu. Dari tadi tak bergerak, sekian detik aku menanti, sekian menit aku menunggu, sekian jam telah berlalu, senja ini telah hilang mengharu biru.

Kadang kala kesepian menjadi suatu alasan untuk kita bermalas-malasan, tidak banyak kata yang dapat tersirat, semua impian hanya sebuah angan-angan tak telaksana. Abu itu sudah dingin mengubur semua keindahan yang dapat engkau tanamkan didalam hati.

Kita banyak mengeluh dan berharap ada mantra ajaib yang dapat menghapus sebuah kesedihan. Baik sebuah kesedian dkarena ditinggal pergi oleh orang-orang yang kita cintai, maupun terlepas dari sebuah asa bernanar panjang.

Tidak ada kata yang kuat untuk mengungkapakan sebuah kepedihan, tidak ada ekpresi yang hebat untuk melupakan semua, kesedihan hanyalah sebuah kesedihan dia memiliki jiwa tersendiri yang tersebunyi dibalik hati.

Mekipun begitu banyak air mata kesedihan yang berlinang dan banyaknya luka yang tidak terobati menyayati tubuh ini. kesediahan hanyalah sebuah kesedihan, mereka tetap hidup didalam jiwa suci yang tak berogga ini.

Semua petuah akan luput didalam hati, mereka selalu berbisik agar tetap tenang dan memancarkan kegembiraan, mekipun senyuman telah berkembang tetapi hati tetap akan menjadi mati karena kesedihan itu selalu datang kembali.

Kita banyak kecewa dengan keadaan yang selalu tidak kita inginkan, karana kekuatan mental serta Ketegaran kita, selalu lapuk seperti cat bertembok kayu yang sudah usang ditemmpa oleh zaman.

Kini aku datang dengan sejumlah lubang berpalung kelam, seperti pori-pori tembok kayu yang berlubang dalam. Keinginan kita tersimpan di balik tembok berlubang, hanya keinginan untuk menggapai tetapi sayang sang tembok usang yang menjadi sebuah penghalang.

Aku terlalu takut untuk membuka diri, sehingga membiarkan sang tembok bercat kayu usang menjadi tabir gelap yang melindungi. Aku berharap untuk keluar dan mengejar semua canda tawa anak-anak remaja yang selalu kudengan dibalik tembok hitam.

Tapi ya sudah lah, ketakutan akan penolakan selalu datang menghampiri dan menjadikan penjara bagi keinginan yang sudah terkunci. Kita hanya bisa menangis dan meratapi nasib bernoda hitam didalam tembok ini. “Sudah lah tidak usah membahas ini”. kata jiwa yang terpendam didalam hati, tetapi kesunyian ini seakan menjadi syair indah. Sehingga tak pelak, hati ini membuat sejumlah pengikat dan simpul yang menguatkan paradigma didalam hati.

Suara-suara dawai kebersamaan kembali menghampiri, sementara aku masih terbujur kaku didalam tembok bercat kayu. Sekali lagi aku lihat kegagalan dawai kebersamaan melintas, meninggalkan pemuda yang tenggelam didalam kesendirian.

Tembok bercat kayu ini tidaklah terlalu kejam, mereka mendengarkan suara suara indah kesendirian dari dalam lubang pori-pori mereka. Kendata keadaan sangat gelap, bayang bayang keceriaan masih nanar terlihat.

Hati kecil pun mulai tergugah, mencoba mengintip melalui dinding hitam berpori. Ternyata keadaan diluar sana tetap tak berubah, mereka terlihat dengan kesenangan sementara. Buat apa keluar dari persembunyian ini, jika kesedihan dan kesendirian akan kembali menghampiri.

Lebih baik aku bertahan disini, menahan beban ketidak sanggupan dalam bertahan. Persaingan itu memang sangat kejam, mereka menyingkirkan kita dari dalam kebersamaan. Kesendirian ini tetaplah indah mekipun engkau tidak pernah membayangkan berada dibalik tembok hitam bercat kayu.

  
KATA PENULIS

Semua orang pasti pernah menghadapi sebuah musibah atau kegagalan, baik dalam kehidupan sosial, rumah tangga, percintaan, jodoh, karir dan lain lainya yang mengakibatkan komplik individu, interen maupun koloni.

Kebanyakan semua orang memilih kesedirian dan kesepian terlebih dahulu menjadi sahabat mereka, dari pada menghadapi masalah tersebut secara bersama-sama. Situasi genting ini memang tidaklah mudah untuk dilewati, karena memang masalah selalu datang disaat waktu yang tidak tepat.

Kita pasti pernah memilih waktu untuk sendiri, meresapi berbagai permasalahan yang pernah terjadi terhadap kita. Tempat sunyi gelap dan hanya mampu ditembus oleh seberkas sinar, merupakan tempat yang tepat untuk mengasingkan diri.

Hal ini juga terjadi terhadap diri penulis pribadi, sehingga pengalaman pengasingan diri dibalik tembok bercat kayu dapat disuguhkan menjadi sebuah tulisan. Mengasingkan diri dari hiruk pikuk keramaian dan kehangatan keluarga, sanak saudara teman sejawat dan orang yang kita cintai ternyata banyak memberikan gambaran.

*Break Sesion. 1

“Penulis” Hem, memang banyak pengalaman spritual, mistis maupun pengalama ajaib yang pernah kita rasakan selama ini gan. tetapi sayang kadang kala, agan-agan ndak mau mengingatnya. Owe sekarang lagi nulis sambil minum kopi nich biar kagak ngantuk, tapi sayang rokoknya udah habis mau beli kewarung jauh, sekarang udah pukul 2.08 WIB.

waktu ane emang khusus untuk agan-agan pada jam segini mah, biar bisa nyuguhin pengalaman-pengalaman yang agan-agan baca ini nich. Gan ngantuk nich. Tapi gak apalah malem ini khusus ane tulis buat agan-agan yang ganteng-ganteng ama sista-sista yang cantik-cantik. Tapi inget carin owe jodoh ye, sista jangan lupa kalo mau owe lamar langsung aja cepet-cepet kontak Owe yo. Kontaknya ada dibawah sini nich 08523063387.

Hubungi lagsung sekian sekian sekian heahhhh.

“Pemirsa” Woiy, kuyak lanjutin ceritanya no, apaan cerita beginian dibawa-bawa, masa break lama amat, ke london apa lo ya.? jangan-jangan lo salah cerita lagi, waduh kacau betul nich bocah, awas kalo lo boongin pemirsa tak sambit koe. Jangan lupa abis cerita mulut tu dicuci pake sabun dulu.

* “Penulis” ‘Seddd dach’ sabar dikit napa mas bro, santai aja, kopinya belum habis ini, nanggung sedikit lagi juga abis. Nich gara-gara lo pada, owe mesti nyari warung yang buka, persediaan owe putus nich masbro, owe kewarung dulu ya.

“Pemirsa” upil lo ya, kagak usah kewarung dach. Banyak bacot, kalo nulis jangan setengah hati, terusin ampe putus ceritanya. Alasan kewarung pake beli amunisi lah, jangan-jangan nati alasan pempers bocor lagi.

*”Penulis” Tenang aja Mas bro, owe udah ndak pake pempers lagi sekarang, owe udah pake karet gelang, biar rapet owe lilitin 10 kali. Dijamin dach anti kelef. Owe laper beneran mas bro stok mie instan abis, tau dach siapa yang sikat, orang udaah disiapin tadi eh diembat juga ama tu tikus kepala item, dasar nasib, nasib.

Tidak ada komentar: