Kelelahan ini
seolah terbaring sendirian, tanpa genggaman kata-kata bijak, kelana muda masih
berdiam diri dibalik kebisuan. Metafora ini selalu memanggil uforia, seakan
mengajak berdansa, menari, tesenyum, tertawa. Aku menatap masa depan dan
mengatakan semua hal didunia itu indah. Berapa kali aku meminta, berapa kata
yang kukeluarkan, berapa hurup yang aku ingat. Semua kembali ku runtut dan ku
eja, agar aku bisa pastikan tidak ada satu hurupun terselip yang bisa
menyakitinya.
Remang-remang si
tembok bercat kayu. Hanya beberapa berkas sinar pembiasan yang keluar, tepat
memantul dan mengenai mataku. Sudahlah aku tak olah seonggok kayu. Biarkan
sinar itu pergi dengan menyapu wajah dan melintasi mata, dahi, hidung, bibir,
tulang hasta hingga jari jemari tangan ini. Mereka hanyalah seberkas cahaya
bisu, tak berarti mereka bisa menerangi sekaligus mengiyakan pertanyaanku!
Kesunyian ini
masih belum terjawab, rasa ini semakin penat, udara yang kuhisap sudah tak
seperti udara pagi tadi. Penuh dengan keceriaan, tawa canda dan hasrat yang
bergelora. Ini sangat berbeda, aku rasa aku tak salah, aku hanya meminta lawan
bicara dan mengadu kesendirian dibalik tembok berwana cat kayu ini.
Cat ini sudah
kusam, si tembok kayu tak bercahaya, disela dinding-dindingya hanya terdapat
ruang kosong, berpori-pori tebal seperti batu karang yang sudah mati. Ayolah hasratku,
kita kembali ceria lagi. kenapa engkau masih saja meratapi si tembok kayu,
tanggalkan dia lobang-lobangya sudah mulai tak bercahaya.
Coba bukalah
tirani jendela itu, mungkin ada berjuta harapan dan kesempatan untuk memulai
lebih baik lagi, jangan hanya berdiam tertata membujur di tiga sisi, diantara
dusta, hayalan dan mimpi.
Purnama tak
setiap waktu mesti sempurna, mereka harus melakukan ritual melintasi orbit
serta menghadapi sisi cembung ozon pelapis bumi si kulit bundar. Mereka terus
berputar-putar seolah mereka tahu apa yang dicari, tetapi hematku. Mereka tidak
tahu kapan akan berujung didalam penantian.
Memang benar
semuanya akan berakhir di ujung penantian, tetapi masih banyak waktu terbuang
yang belum kita manfaatkan. Belilah sebilah pena dan secarik kertas, tulislah
kata-kata terindah penuh harapan masa depan. Lipat dan simpan didalam sebuah
kendi tanah, sebutlah dengan nama tuhan dan panggilah dia dari dalam kendi itu.
“Hay cita-cita,
ini aku si tuan, wujutlah dengan apa yang sudah aku tulis, semoga tuhan
mengabulkanmu,"
Sinar jingga itu
sudah mulai menyambut senja, ayolah kawan kenapa engkau masih membatu? Bukankah
tembok-tembok kayu itu sudah menghangatkanmu. Burung-burung platuk itu sudah
mulai bergemericik, daun-daun muda sudah melambai, memanggil-manggil menyambut
biru pergantian malam.
Mungkin terlalu
dalam nanar benak si tembok kayu. Dari tadi tak bergerak, sekian detik aku
menanti, sekian menit aku menunggu, sekian jam telah berlalu, senja ini telah
hilang mengharu biru.
Kadang kala
kesepian menjadi suatu alasan untuk kita bermalas-malasan, tidak banyak kata
yang dapat tersirat, semua impian hanya sebuah angan-angan tak telaksana. Abu
itu sudah dingin mengubur semua keindahan yang dapat engkau tanamkan didalam
hati.
Kita banyak
mengeluh dan berharap ada mantra ajaib yang dapat menghapus sebuah kesedihan.
Baik sebuah kesedian dkarena ditinggal pergi oleh orang-orang yang kita cintai,
maupun terlepas dari sebuah asa bernanar panjang.
Tidak ada kata
yang kuat untuk mengungkapakan sebuah kepedihan, tidak ada ekpresi yang hebat
untuk melupakan semua, kesedihan hanyalah sebuah kesedihan dia memiliki jiwa tersendiri
yang tersebunyi dibalik hati.
Mekipun begitu
banyak air mata kesedihan yang berlinang dan banyaknya luka yang tidak terobati
menyayati tubuh ini. kesediahan hanyalah sebuah kesedihan, mereka tetap hidup
didalam jiwa suci yang tak berogga ini.
Semua petuah akan
luput didalam hati, mereka selalu berbisik agar tetap tenang dan memancarkan
kegembiraan, mekipun senyuman telah berkembang tetapi hati tetap akan menjadi
mati karena kesedihan itu selalu datang kembali.
Kita banyak
kecewa dengan keadaan yang selalu tidak kita inginkan, karana kekuatan mental
serta Ketegaran kita, selalu lapuk seperti cat bertembok kayu yang sudah usang
ditemmpa oleh zaman.
Kini aku datang dengan
sejumlah lubang berpalung kelam, seperti pori-pori tembok kayu yang berlubang
dalam. Keinginan kita tersimpan di balik tembok berlubang, hanya keinginan
untuk menggapai tetapi sayang sang tembok usang yang menjadi sebuah penghalang.
Aku terlalu takut
untuk membuka diri, sehingga membiarkan sang tembok bercat kayu usang menjadi
tabir gelap yang melindungi. Aku berharap untuk keluar dan mengejar semua canda
tawa anak-anak remaja yang selalu kudengan dibalik tembok hitam.
Tapi ya sudah
lah, ketakutan akan penolakan selalu datang menghampiri dan menjadikan penjara
bagi keinginan yang sudah terkunci. Kita hanya bisa menangis dan meratapi nasib
bernoda hitam didalam tembok ini. “Sudah lah tidak usah membahas ini”. kata
jiwa yang terpendam didalam hati, tetapi kesunyian ini seakan menjadi syair
indah. Sehingga tak pelak, hati ini membuat sejumlah pengikat dan simpul yang
menguatkan paradigma didalam hati.
Suara-suara dawai
kebersamaan kembali menghampiri, sementara aku masih terbujur kaku didalam
tembok bercat kayu. Sekali lagi aku lihat kegagalan dawai kebersamaan melintas,
meninggalkan pemuda yang tenggelam didalam kesendirian.
Tembok bercat
kayu ini tidaklah terlalu kejam, mereka mendengarkan suara suara indah
kesendirian dari dalam lubang pori-pori mereka. Kendata keadaan sangat gelap,
bayang bayang keceriaan masih nanar terlihat.
Hati kecil pun
mulai tergugah, mencoba mengintip melalui dinding hitam berpori. Ternyata
keadaan diluar sana tetap tak berubah, mereka terlihat dengan kesenangan
sementara. Buat apa keluar dari persembunyian ini, jika kesedihan dan
kesendirian akan kembali menghampiri.
Lebih baik aku
bertahan disini, menahan beban ketidak sanggupan dalam bertahan. Persaingan itu
memang sangat kejam, mereka menyingkirkan kita dari dalam kebersamaan.
Kesendirian ini tetaplah indah mekipun engkau tidak pernah membayangkan berada
dibalik tembok hitam bercat kayu.
KATA PENULIS
Semua orang pasti pernah menghadapi sebuah musibah atau
kegagalan, baik dalam kehidupan sosial, rumah tangga, percintaan, jodoh, karir
dan lain lainya yang mengakibatkan komplik individu, interen maupun koloni.
Kebanyakan semua orang memilih kesedirian dan kesepian terlebih
dahulu menjadi sahabat mereka, dari pada menghadapi masalah tersebut secara
bersama-sama. Situasi genting ini memang tidaklah mudah untuk dilewati, karena
memang masalah selalu datang disaat waktu yang tidak tepat.
Kita pasti pernah memilih waktu untuk sendiri, meresapi berbagai
permasalahan yang pernah terjadi terhadap kita. Tempat sunyi gelap dan hanya
mampu ditembus oleh seberkas sinar, merupakan tempat yang tepat untuk
mengasingkan diri.
Hal ini juga terjadi terhadap diri penulis pribadi, sehingga
pengalaman pengasingan diri dibalik tembok bercat kayu dapat disuguhkan menjadi
sebuah tulisan. Mengasingkan diri dari hiruk pikuk keramaian dan kehangatan
keluarga, sanak saudara teman sejawat dan orang yang kita cintai ternyata
banyak memberikan gambaran.
*Break Sesion. 1
“Penulis” Hem, memang banyak pengalaman spritual, mistis maupun
pengalama ajaib yang pernah kita rasakan selama ini gan. tetapi sayang kadang
kala, agan-agan ndak mau mengingatnya. Owe sekarang lagi nulis sambil minum
kopi nich biar kagak ngantuk, tapi sayang rokoknya udah habis mau beli kewarung
jauh, sekarang udah pukul 2.08 WIB.
waktu ane emang khusus untuk agan-agan pada jam segini mah, biar
bisa nyuguhin pengalaman-pengalaman yang agan-agan baca ini nich. Gan ngantuk
nich. Tapi gak apalah malem ini khusus ane tulis buat agan-agan yang
ganteng-ganteng ama sista-sista yang cantik-cantik. Tapi inget carin owe jodoh
ye, sista jangan lupa kalo mau owe lamar langsung aja cepet-cepet kontak Owe
yo. Kontaknya ada dibawah sini nich 08523063387.
Hubungi lagsung sekian sekian sekian heahhhh.
“Pemirsa” Woiy, kuyak lanjutin ceritanya no, apaan cerita
beginian dibawa-bawa, masa break lama amat, ke london apa lo ya.? jangan-jangan
lo salah cerita lagi, waduh kacau betul nich bocah, awas kalo lo boongin pemirsa
tak sambit koe. Jangan lupa abis cerita mulut tu dicuci pake sabun dulu.
* “Penulis” ‘Seddd dach’ sabar dikit napa mas bro, santai aja,
kopinya belum habis ini, nanggung sedikit lagi juga abis. Nich gara-gara lo
pada, owe mesti nyari warung yang buka, persediaan owe putus nich masbro, owe
kewarung dulu ya.
“Pemirsa” upil lo ya, kagak usah kewarung dach. Banyak bacot,
kalo nulis jangan setengah hati, terusin ampe putus ceritanya. Alasan kewarung
pake beli amunisi lah, jangan-jangan nati alasan pempers bocor lagi.
*”Penulis” Tenang aja Mas bro, owe udah ndak pake pempers lagi
sekarang, owe udah pake karet gelang, biar rapet owe lilitin 10 kali. Dijamin
dach anti kelef. Owe laper beneran mas bro stok mie instan abis, tau dach siapa
yang sikat, orang udaah disiapin tadi eh diembat juga ama tu tikus kepala item,
dasar nasib, nasib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar