Kendati telah
disambangi rekan karibnya sikurus masih saja tidak brgeming, ia seakan ingin
mengulangi semua peristiwa menembus batas. Kakinya ia ikat agar tidak bergerak,
tanganya ia kunci agar tidak terlepas, mulutnya mengering karena sudha lama tak
terkena hujan, dan tubuhnya membara karena terlalu lama terbakar di malam-malam
kelam.
Kini langhkah
nyata mulai terbuka, didalam kesekaratanya untuk menggapai impian, si kurus
secara tidak sengaja telah melewati ruang dan waktu. Ia juga kembali memasuki
alam yang berbeda, untuk membalas sifat penasaran dan keinginan bertemu kepada
pemilik gelang biru.
Kibaran selendang
hijau itu kini berada diatas sekujur tubuh, si kurus dengan mantra pemikat
membuat semua manusia telanjang terjerat cemas, tak seperti yang dibayangkan,
selendang hijau telah sangat rapat mengerubungi tubuh, secepat kilat selendang
hijau meremas erat raga sikurus bersama tulang belulangnya.
Tibalah si kurus
dengan ribuan pandangan aneh, tenggorokanya terasa terbakar, kakinya seperti
dipaku, badannya berduri tak bergerak karena tulang yang rapuh seperti barusan
digergaji. Ia hanya menegadah keatas, pandanganya melangit beserta panas
mentari yang sangat menyengat.
Ia berusaha
bangkit, melihat kanan dan ke kiri dengan pandangan tajam yang hampir mati,
Matanya terbelalak karena hanya melihat negri tandus tak bertuan. Ia terus
merangkak, berusaha menjangkau tempat sekedar untuk bernaung. Ia berjuang karena sangat panas di negri
gurun ini, setiap jengkal genggaman tanganya hanya meraih debu dan serpihan
pasir yang berterbangan.
Bukit pasir itu
terlalu jauh untuk digapai, terlihat bayang-bayang semu awan hitam sedikit gelap berada dibawahnya.
“Air-air” teriak si kurus tak bertulang, merayap mengelepar di bawah angin
berdebu tak berbelas, ia ingat selendang hijau yang bertuan. Kakinya tersangkut
terjerat selendang hijau yang terkubur dibawahnya, ia menggapai si hijau
berusaha menutupi muka akibat sengatan mentari.
Si kurus berkata,
“Bawalah aku ketempat yang teduh dibawah kaki bukit itu, semoga tuhan masih
menyertai kita,” kepada si hijau yang ditutupkanya ke muka. Selendang hijau
selalu patuh, ia cepat membawa si kurus muda agar tak mati dalam sekejab.
Gerakan selendang hijau sangat gesit ia melebar memanjang dan membentang
menyerupai lapangan rumput yang hijau, menaungi si kurus yang terkapar akibat
terlalu lemah untuk merayap, di dinding pasir berbukit yang baru ia kenal.
Si kurus mulai
tersadar, posisinya belum mencapai bukit, tetapi mendung hijau masih tetap
memayungi menjaga tubuh si kurus agar tak dimakan mentari. Ia tertunduk lesu,
mencari sesuatu untuk membasahi tenggorakan serta tubuh. Di panggilnya si hijau
yang berada diatas, agar turun dan mengantarkanya ke perbatasan bukit, sambil
berharap menemukan sedikit kayu berduri yang cukup basah.
Satu persatu
batang duri dipatahkan, ternyata memang ada tetesan air yang bisa sedikit
menguatkan, ia rasa tanganya sudah mulai kaku, akibat banyak duri menjepit
diselah sarap lapisan ari dibawah pori-pori. Tak masalah darah mengalir, asal
bisa bertahan dalam beberapa waktu. Si kurus kini sudah bisa berdiri,
memerintahkan selendang hijau agar cepat terbang mencari sumur air, diselah
bukit-bukit batu yang berdebu.
Selendang hijau
membentang menjadi tunggangan sikurus yang hampir tak bernyawa, ia membesar
membentuk cerobong seperti tumpeng nasi, didalamnya meronga sehingga si kurus
bisa berteduh dan masuk kedalamnya, ujungnya mulai menutup, menjaga agar debu
tak masuk, selendang hijau melucur bagaikan rudal menembus gurun dengan sekali
pintas.
PENULIS :ini hanya kilasan cerita saja, tidak banyak
mengandung pembahasan.
Sebetulnya penulis hendak mengjabarkan begitu sulitnya pengorbanan
dan perjuangan seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang tidak pernah ia
dapatkan sebelumnya.
Tetapi jalanya takdir tidak bisa di perkirakan begitu saja,
meskipun tanpa perbekalan yang cukup maupun persiapan sebelumnya, anda dapat
memastikan kekuatan tuhan selalu melindungi kita.
Kadang kala ketika kita sedang berjuang keras untuk mendapatkan
sebuah keinginan, kita malah terjatuh tersungkur sehingga sering kali membuat
kita kalah sebelum medapatkan kemenangan.
Break Sesion.2
“Penulis”
Apa owe bilang kalo punya cita-cita jangan tinggi-tinggi amat, iye kagak ?
kalau jatoh bisa-bisa tewas gan! Jadi orang tu biasa-bisa aja kalo kerja kerja
aja, ndak usah tidur juga gk papa, kalo lagi tidur tidur aja jangan bangun
bangun lagi, apalagi kalo lagi nongkrong di jamban juga gak usah diri lagi udah
jongkok aja terus disono.
*”Pemirsa”
Muke gile lo, udeh sono jangan banyak bacot terusin ceritanya, jangan di
potong-potong, mendingan ceritanya bagus. Cerita katrok, ndeso gitu aja
dipanjang panjangin. Ndak nyeni’.
“Penulis”
Santai masbro, katrok-katro juga cerita owe yang buat. kasih kesempatan ogut
atur napas dulu dongk, nanti klo owe bengek siapa yang terusin ceritanya.
“Pemirsa”*udeh,
ah lo kuyak, terusin kagak, jangan banyak alesan. Kalo mau selesai ya tuntasi
ceritanya, klo kagak udeh jangan berisik. ‘banyak jabir banget nich bocah’.
“Penulis”
Oke-okeh dari pada kena sembur sama matkibo mending kita lanjuti aja perjalanan
kita, abang-abang ama sista-sita, jangan lupa add aku di bb ya, buat yang cakep
dapet bonus jalan-jalan ke eropa, buat yang cantik jadi pacar owe yo, baqor el
qornain di fb. hehehhehe.
*”Pemirsa”
Idih najis lo, promosi nich ye, noh owe kasih mpok nori mau kagak.
“Penulis”
Sori nich masbro, lowongan 35 ke atas tertutup, lo.
*”Pemirsa”
eh siapa bilang mpok Nori udeh diatas 40 tahun, die tuh 20 tahun kebawah.
“Penulis”
Ya udah kalo begitu buat mas bro aja, sekalian bonus dari owe.”heheheheh”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar