Senin, 25 November 2013

* 40 Malam Terakhir


Kendati telah disambangi rekan karibnya sikurus masih saja tidak brgeming, ia seakan ingin mengulangi semua peristiwa menembus batas. Kakinya ia ikat agar tidak bergerak, tanganya ia kunci agar tidak terlepas, mulutnya mengering karena sudha lama tak terkena hujan, dan tubuhnya membara karena terlalu lama terbakar di malam-malam kelam.

Kini langhkah nyata mulai terbuka, didalam kesekaratanya untuk menggapai impian, si kurus secara tidak sengaja telah melewati ruang dan waktu. Ia juga kembali memasuki alam yang berbeda, untuk membalas sifat penasaran dan keinginan bertemu kepada pemilik gelang biru.
Kibaran selendang hijau itu kini berada diatas sekujur tubuh, si kurus dengan mantra pemikat membuat semua manusia telanjang terjerat cemas, tak seperti yang dibayangkan, selendang hijau telah sangat rapat mengerubungi tubuh, secepat kilat selendang hijau meremas erat raga sikurus bersama tulang belulangnya.

Tibalah si kurus dengan ribuan pandangan aneh, tenggorokanya terasa terbakar, kakinya seperti dipaku, badannya berduri tak bergerak karena tulang yang rapuh seperti barusan digergaji. Ia hanya menegadah keatas, pandanganya melangit beserta panas mentari yang sangat menyengat.

Ia berusaha bangkit, melihat kanan dan ke kiri dengan pandangan tajam yang hampir mati, Matanya terbelalak karena hanya melihat negri tandus tak bertuan. Ia terus merangkak, berusaha menjangkau tempat sekedar untuk bernaung.  Ia berjuang karena sangat panas di negri gurun ini, setiap jengkal genggaman tanganya hanya meraih debu dan serpihan pasir yang berterbangan.

Bukit pasir itu terlalu jauh untuk digapai, terlihat bayang-bayang semu awan  hitam sedikit gelap berada dibawahnya. “Air-air” teriak si kurus tak bertulang, merayap mengelepar di bawah angin berdebu tak berbelas, ia ingat selendang hijau yang bertuan. Kakinya tersangkut terjerat selendang hijau yang terkubur dibawahnya, ia menggapai si hijau berusaha menutupi muka akibat sengatan mentari.

Si kurus berkata, “Bawalah aku ketempat yang teduh dibawah kaki bukit itu, semoga tuhan masih menyertai kita,” kepada si hijau yang ditutupkanya ke muka. Selendang hijau selalu patuh, ia cepat membawa si kurus muda agar tak mati dalam sekejab. Gerakan selendang hijau sangat gesit ia melebar memanjang dan membentang menyerupai lapangan rumput yang hijau, menaungi si kurus yang terkapar akibat terlalu lemah untuk merayap, di dinding pasir berbukit yang baru ia kenal.

Si kurus mulai tersadar, posisinya belum mencapai bukit, tetapi mendung hijau masih tetap memayungi menjaga tubuh si kurus agar tak dimakan mentari. Ia tertunduk lesu, mencari sesuatu untuk membasahi tenggorakan serta tubuh. Di panggilnya si hijau yang berada diatas, agar turun dan mengantarkanya ke perbatasan bukit, sambil berharap menemukan sedikit kayu berduri yang cukup basah.

Satu persatu batang duri dipatahkan, ternyata memang ada tetesan air yang bisa sedikit menguatkan, ia rasa tanganya sudah mulai kaku, akibat banyak duri menjepit diselah sarap lapisan ari dibawah pori-pori. Tak masalah darah mengalir, asal bisa bertahan dalam beberapa waktu. Si kurus kini sudah bisa berdiri, memerintahkan selendang hijau agar cepat terbang mencari sumur air, diselah bukit-bukit batu yang berdebu.

Selendang hijau membentang menjadi tunggangan sikurus yang hampir tak bernyawa, ia membesar membentuk cerobong seperti tumpeng nasi, didalamnya meronga sehingga si kurus bisa berteduh dan masuk kedalamnya, ujungnya mulai menutup, menjaga agar debu tak masuk, selendang hijau melucur bagaikan rudal menembus gurun dengan sekali pintas.



PENULIS :ini hanya kilasan cerita saja, tidak banyak mengandung pembahasan.

Sebetulnya penulis hendak mengjabarkan begitu sulitnya pengorbanan dan perjuangan seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya.

Tetapi jalanya takdir tidak bisa di perkirakan begitu saja, meskipun tanpa perbekalan yang cukup maupun persiapan sebelumnya, anda dapat memastikan kekuatan tuhan selalu melindungi kita.

Kadang kala ketika kita sedang berjuang keras untuk mendapatkan sebuah keinginan, kita malah terjatuh tersungkur sehingga sering kali membuat kita kalah sebelum medapatkan kemenangan.



Break Sesion.2

“Penulis” Apa owe bilang kalo punya cita-cita jangan tinggi-tinggi amat, iye kagak ? kalau jatoh bisa-bisa tewas gan! Jadi orang tu biasa-bisa aja kalo kerja kerja aja, ndak usah tidur juga gk papa, kalo lagi tidur tidur aja jangan bangun bangun lagi, apalagi kalo lagi nongkrong di jamban juga gak usah diri lagi udah jongkok aja terus disono.

*”Pemirsa” Muke gile lo, udeh sono jangan banyak bacot terusin ceritanya, jangan di potong-potong, mendingan ceritanya bagus. Cerita katrok, ndeso gitu aja dipanjang panjangin. Ndak nyeni’.

“Penulis” Santai masbro, katrok-katro juga cerita owe yang buat. kasih kesempatan ogut atur napas dulu dongk, nanti klo owe bengek siapa yang terusin ceritanya.

“Pemirsa”*udeh, ah lo kuyak, terusin kagak, jangan banyak alesan. Kalo mau selesai ya tuntasi ceritanya, klo kagak udeh jangan berisik. ‘banyak jabir banget nich bocah’.

“Penulis” Oke-okeh dari pada kena sembur sama matkibo mending kita lanjuti aja perjalanan kita, abang-abang ama sista-sita, jangan lupa add aku di bb ya, buat yang cakep dapet bonus jalan-jalan ke eropa, buat yang cantik jadi pacar owe yo, baqor el qornain di fb. hehehhehe.

*”Pemirsa” Idih najis lo, promosi nich ye, noh owe kasih mpok nori mau kagak.

“Penulis” Sori nich masbro, lowongan 35 ke atas tertutup, lo.

*”Pemirsa” eh siapa bilang mpok Nori udeh diatas 40 tahun, die tuh 20 tahun kebawah.

“Penulis” Ya udah kalo begitu buat mas bro aja, sekalian bonus dari owe.”heheheheh”

Tidak ada komentar: